Shutterstock
Ilustrasi
TERKAIT:
Vonis yang dijatuhkan majelis hakim yang diketuai Ahmad Guntur, jauh lebih ringan 1,5 tahun penjara, bila dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Polin Siregar, yang menuntut terdakwa Ali Imron dengan hukuman 4 tahun 6 bulan penjara. Majelis hakim juga mewajibkan kepada terdakwa membayar uang pengganti senilai Rp18 juta.
Selain itu, terdakwa juga dipersalahkan melanggar pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Hal-hal yang memberatkan terhadap terdakwa, karena tidak membantu program pemerintah dalam memberantas korupsi. Sedangkan, hal-hal yang meringankan, terdakwa berlaku sopan dalam persidangan dan tidak mempersulit jalan pemeriksaan persidangan.
Dalam dakwaan JPU disebutkan, Ali Imran selaku mantan Kasek SD Negeri 101730 Muara Upu ini menerima uang Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 240 juta.
Namun pada proses pelaksanaannya, Ali Imron tidak melibatkan panitia dan komite sekolah. Bahkan terdakwa hanya menyerahkan dan memercayakan pembangunan tersebut kepada tukang bernama Masyaruddin Panggabean. Padahal, kata JPU, yang bersangkutan tidak memiliki keahlian dan pengalaman di bidang bangunan.
Selain itu, terdakwa juga telah membuat laporan pertanggung jawaban pada Desember 2009.
Terdakwa Ali Imron juga tidak melaksanakan pekerjaan sesuai rencana yang sudah dianggarkan, dan menggunakan sebagian uang pembangunan untuk kepentingan pribadi.
Kemudian, hasil audit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sumut, pembangunan di SD Negeri 101730 telah mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 58 juta.
Hasil temuan BPKP Sumut, nilai anggaran negara untuk pembangunan dua unit kelas dan satu unit MCK Rp 240 juta. Sedangkan nilai fisik pelaksanaan pekerjaan yang sudah selesai dibangun hanya senilai Rp 180 juta lebih. Sehingga kerugian negara mencapai Rp 58 juta.